Transparansi Diperlukan Dalam Kasus KTP Ganda Sihar Sitorus, Diduga Terkait Praktik 'Hantu'
Medan, 1 Februari 2025 – Kasus Kartu Tanda Penduduk (KTP) ganda yang diduga atas nama Sihar Sitorus (SS) di Sumatera Utara (Sumut) semakin mengundang perhatian publik. Terutama karena kasus ini diduga terkait dengan praktik 'hantu' yang melibatkan pemalsuan identitas dan mafia administratif. Polda Sumut (Poldasu) telah menghentikan penyidikan terkait kasus ini, sementara keberadaan Sihar Sitorus yang disebut-sebut memiliki KTP ganda, hingga kini belum dapat dipastikan.
Sihar Sitorus, yang diketahui memiliki kuasa hukum yang aktif, belum ditemukan secara fisik oleh pihak berwenang. Dokumen yang ada mencurigakan, menunjukkan potensi adanya manipulasi data yang melibatkan pihak-pihak tertentu dalam proses administratif. Aktivis, seperti yang disampaikan oleh Ketua umum DPP GNI , Bapak Rules Gaja, S.Kom, menuntut kejelasan dari Polda Sumut terkait penghentian penyidikan ini.
“Polisi harus transparan dan memberikan penjelasan yang jelas kepada publik. Jika memang SS tidak ada, bagaimana bisa kasus ini dihentikan begitu saja? Kami membutuhkan kejelasan,” tegas Rules Gaja.
Masyarakat mendesak Polda Sumut untuk segera memberikan penjelasan mengenai status penyidikan kasus ini dan memastikan tidak ada penyalahgunaan kewenangan dalam proses penyelidikan. Selain itu, apabila ditemukan adanya pihak yang terlibat dalam manipulasi data kependudukan secara ilegal, maka pihak berwenang harus mengambil tindakan tegas.
Kasus KTP ganda ini juga mengundang perhatian dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil yang diharapkan untuk bekerja sama dengan aparat penegak hukum dalam mengungkap akar masalah. KTP ganda yang dimiliki oleh Sihar Sitorus membuka potensi terjadinya penipuan dan penyalahgunaan identitas, yang dapat merugikan banyak pihak dan merusak sistem administrasi negara.
Hingga saat ini, pihak Disdukcapil Kota Medan belum memberikan konfirmasi terkait KTP 'hantu' yang disebut-sebut terkait dengan kasus ini.
Penyelesaian kasus ini diharapkan dapat menjawab kekhawatiran masyarakat terkait keamanan data pribadi dan integritas sistem administrasi kependudukan di Indonesia.
(Tim)